masukkan script iklan disini
Pemerintah Arab Saudi mempunyai kebijakan bahwa mayat yang telah dikubur selama beberapa tahun kuburannya harus digali. Tulang belulang mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di daerah lain demi efisiensi pemakaman.
Lubang kubur yang telah dibongkar akan dibiarkan tetap terbuka hingga datang mayat berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, baik pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut.
Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi Al-Bantani. Salah satu Ulama yang mengharumkan nama Indonesia di tanah suci. Setelah kuburnya genap berusia 3 tahun, datanglah seorang petugas dari pemerintah kota Makkah untuk menggali kuburnya.
Namun yang terjadi yaitu hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang menyerupai biasanya. Yang mereka temukan yaitu satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak ada lecet atau tanda-tanda pembusukan menyerupai umumnya mayat yang telah lama dikuburkan.
Bahkan kain putih kafan penutup jasad dia tidak sobek dan tidak lapuk sedikit pun.
Sontak kejadian ini mengejutkan para petugas yang sedang membongkar makamnya. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan.
Langkah bijak lalu diambil. Pemerintah Arab Saudi melarang membongkar makam Syekh Nawawi Al-Bantani. Jasad dia lalu dikuburkan kembali menyerupai sediakala. Hingga sekarang makam dia tetap berada di Ma'la, Makkah.
Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi Al-Bantani. Salah satu Ulama yang mengharumkan nama Indonesia di tanah suci. Setelah kuburnya genap berusia 3 tahun, datanglah seorang petugas dari pemerintah kota Makkah untuk menggali kuburnya.
Namun yang terjadi yaitu hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang menyerupai biasanya. Yang mereka temukan yaitu satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak ada lecet atau tanda-tanda pembusukan menyerupai umumnya mayat yang telah lama dikuburkan.
Bahkan kain putih kafan penutup jasad dia tidak sobek dan tidak lapuk sedikit pun.
Sontak kejadian ini mengejutkan para petugas yang sedang membongkar makamnya. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan.
Langkah bijak lalu diambil. Pemerintah Arab Saudi melarang membongkar makam Syekh Nawawi Al-Bantani. Jasad dia lalu dikuburkan kembali menyerupai sediakala. Hingga sekarang makam dia tetap berada di Ma'la, Makkah.
Nama lengkapnya ialah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani. Ia dilahirkan di Tanara, serang, Banten, pada tahun 1230 H/1813 M. Ayahnya seorang tokoh agama yang sangat disegani. Ia masih punya relasi nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (Cirebon).
Pada usia 15 tahun, Nawawi muda pergi mencar ilmu ke Tanah Suci Mekkah, sebab dikala itu Indonesia –yang namanya masih Hindia Belanda- dijajah oleh Belanda, yang membatasi acara pendidikan di Nusantara. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.
Tak lama ia mengajar, hanya tiga tahun, sebab kondisi Nusantara masih sama, di bawah penjajahan oleh Belanda, yang membuat ia tidak bebas bergiat. Ia pun kembali ke Makkah dan mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang mencar ilmu di sana.
Banyak sumber menyatakan Syekh Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma’la pada tahun 1314 H/1897 M, namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, dua kitab yang membahas tokoh dan guru yang besar lengan berkuasa di dunia Islam, ia wafat pada 1316 H/1898 M.
Syekh Nawawi Al-Bantani yaitu satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada kurun ke-19 dan awal kurun ke-20. Dua yang lain ialah muridnya, Ahmad Khatib Minangkabau dan Syekh Mahfudz Termas. Ini menawarkan bahwa kealiman dan ilmunya sangat diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di semenanjung Arab.
Syekh Nawawi sendiri menjadi pengajar di Masjid al-Haram hingga final hayatnya yaitu hingga 1898, lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya itu. Wajar, bila ia dimakamkan berdekatan dengan makam istri Nabi Muhammad, Sayyidah Khadijah ra di Ma'la Makkah.
Syekh Nawawi Al-Bantani menerima gelar Sayyidu Ulama’ al-Hijaz yang berarti Sesepuh Ulama Hijaz atau Guru dari Ulama Hijaz atau Akar dari Ulama Hijaz. Yang menarik dari gelar di atas yaitu dia tidak hanya menerima gelar Sayyidu ‘Ulama al-Indonesi sehingga bermakna, bahwa kealiman dia tidak hanya diakui di semenanjung Arabia, namun juga di tanah airnya sendiri.
Pada usia 15 tahun, Nawawi muda pergi mencar ilmu ke Tanah Suci Mekkah, sebab dikala itu Indonesia –yang namanya masih Hindia Belanda- dijajah oleh Belanda, yang membatasi acara pendidikan di Nusantara. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.
Tak lama ia mengajar, hanya tiga tahun, sebab kondisi Nusantara masih sama, di bawah penjajahan oleh Belanda, yang membuat ia tidak bebas bergiat. Ia pun kembali ke Makkah dan mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang mencar ilmu di sana.
Banyak sumber menyatakan Syekh Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma’la pada tahun 1314 H/1897 M, namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, dua kitab yang membahas tokoh dan guru yang besar lengan berkuasa di dunia Islam, ia wafat pada 1316 H/1898 M.
Syekh Nawawi Al-Bantani yaitu satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada kurun ke-19 dan awal kurun ke-20. Dua yang lain ialah muridnya, Ahmad Khatib Minangkabau dan Syekh Mahfudz Termas. Ini menawarkan bahwa kealiman dan ilmunya sangat diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di semenanjung Arab.
Syekh Nawawi sendiri menjadi pengajar di Masjid al-Haram hingga final hayatnya yaitu hingga 1898, lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya itu. Wajar, bila ia dimakamkan berdekatan dengan makam istri Nabi Muhammad, Sayyidah Khadijah ra di Ma'la Makkah.
Syekh Nawawi Al-Bantani menerima gelar Sayyidu Ulama’ al-Hijaz yang berarti Sesepuh Ulama Hijaz atau Guru dari Ulama Hijaz atau Akar dari Ulama Hijaz. Yang menarik dari gelar di atas yaitu dia tidak hanya menerima gelar Sayyidu ‘Ulama al-Indonesi sehingga bermakna, bahwa kealiman dia tidak hanya diakui di semenanjung Arabia, namun juga di tanah airnya sendiri.
sumber:
Sumber http://www.otoberita.co